B1, TAMBUN SELATAN - Ratusan warga menggelar aksi di Kantor Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (11/09/2022).
Massa tersebut terdiri dari unsur Lambaga Kemasyarakatan Desa (LKD) serta Kemitraan Desa, yakni Rukun Warga (RW), Rukun Tetangga (RT), Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Karang Taruna (Katar), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pokdar Kamtibmas, Linmas/Hansip, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) se-Desa Lambangsari.
Mereka menyatakan sikap bersama dalam merespon kebijakan PJ Bupati Bekasi, Dani Ramdan yang memberhentikan sementara Kades Lambangsari Pipit Haryanti lantaran dugaan korupsi penyalah gunaan kewenangan perangkat desa atas pungutan Program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2021 yang menjerat Kepala Desa mereka dan sampai saat ini menjadi tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi.
Dalam deklarasi yang dibacakan bersama, mereka juga menolak diangkatnya Plt Kades Lambangsari yang diberikan kepada Sekretaris Desa (Sekdes) dalam mengisi kekosongan jabatan yang terjadi.
“Sejatinya persoalan pemberhentian sementara Kades Lambangsari dan kemudian menetapkan Plt Kepala Desa adalah sebuah aturan, namun demikian kami menganggap bahwa aturan tersebut dikeluarkan dengan sarat kepentingan politik, dan kami menolak kebijakan tersebut," ungkap peserta forum, saat pembacaan deklarasi bersama yang dipimpin Sarjan, salah saorang Ketua RT yang didapuk menjadi pembaca deklarasi bersama.
"Kami menganggap bahwa saudara Sekdes adalah bagian dari peristiwa yang menyebabkan Kades Pipit menjadi tersangka tunggal dan kami anggap janggal, sejatinya kasus yang disangkakan tidak harus sampai kepada ranah penanganan hukum. Sekdes (Bendahara PTSL), Kasie Pemerintahan (Koordinator Panitia) dan Kepala Dusun adalah bagian dari penentu kebijakan PTSL di dalam kepanitiaan,” ungkapnya lagi.
Masih mengutip pembacaan pernyataan sikap yang dibacakan, mereka juga sangat menyayangkan atas adanya laporan terkait PTSL di Desa Lambangsari yang sejatinya sudah selesai pada 2021 dan sudah terjadi penyerahan sertifikat yang diterima oleh para pemohon. Karena mereka menilai pungutan Rp 400 ribu yang dimohonkan adalah dalam rangka upaya percepatan dan memaksimalkan jalannya program PTSL yang hanya dikejar dalam tempo waktu 5 (lima) bulan, yakni Agustus hingga Desember 2021.
“Bahwa sejatinya persoalan PTSL 2021 yang terjadi di wilayah kami tidak ada upaya tindakan untuk melakukan korupsi, karena pungutan biaya PTSL yang dilakukan adalah dalam rangka kebutuhan teknis untuk mempercepat upaya penyelesaian sertifikat, dan terbukti bisa diselesaikan secara cepat dan sudah diterima oleh pemohon/masyarakat sejak Desember 2021 hingga awal tahun 2022," ujar mereka dalam deklarasi pernyataan sikapnya.
"Keputusan biaya tambahan adalah kesepakatan dan bukan instruksi atau perintah Kepala Desa, dan menjadi keputusan bersama yang kemudian secara mayoritas masyarakat pemohon PTSL setuju dengan suka rela dan tidak berkeberatan serta tidak ada uang negara yang dipakai dalam program tersebut,” ujar mereka menambahkan.
Turut juga disampaikan, seharusnya dalam setiap persoalan yang terjadi di wilayah otoritas pedesaan segala hal yang berkaitan dengan hal-hal persengketaan, maupun pada persoalan kebijakan yang berakibat adanya keberatan warga terhadap kebijakan lingkup desa, agar lebih mendahulukan penyelesaian melalui musyawarah, sesuai dengan kondisi dan hak asal usul desa, termasuk terkait persoalan PTSL yang terjadi di wilayahnya.
Mereka menganggap, kasus persoalan PTSL adalah persoalan lebih pada administrasi dan bukan kepentingan memperkaya diri sendiri maupun korupsi uang Negara yang sejatinya bisa terselesaikan melalui jalur-jalur di luar hukum sebelumnya, dan patut diduga kasus yang terjadi kepada kades mereka adalah upaya kriminalisasi PTSL.
Dipertegas melalui pernyataannya, budaya lapor melapor terhadap persoalan yang sejatinya bisa terselesaikan melalui musyawarah akan merusak tatanan sistem di masyarakat.
"Dari rentetan kejadian yang terjadi, kami menduga apa yang kemudian terjadi di wilayah kami terkait PTSL, lebih pada sarat kepentingan yang cenderung politis," tandas mereka.
Dari pernyataan yang disampaikan, mereka juga meminta kepada Pj Bupati Bekasi untuk menarik surat keputusan Nomor : HK.02.02/Kep.418-DPMD/2022. Plt Kepala Desa Lambangsari yang telah dikeluarkan pada tanggal 8 September 2022. Serta meminta penyelesaian hukum yang menjerat Kades Pipit Haryanti untuk dilakukan upaya pendekatan restorative justice.
“Jika kemudian pernyataan sikap kami tidak mendapatkan perhatian untuk ditanggapi, maka kami secara bersama akan mundur sebagai LKD dan kemitraan desa, sebagai bentuk keprihatinan kami atas ketidakadilan yang terjadi,” tegasnya mengakhiri pernyataan sikap yang dibacakan.(RED)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar