-->

Iklan

Ulung Purnama, AH, MH : Perusahaan Farmasi yang Memproduksi Obat Sirup Mengandung EG-DEG, Harus Bertanggungjawab pada Keluarga Korban.

Rabu, 02 November 2022, November 02, 2022 WIB Last Updated 2022-11-02T13:04:02Z



B1, Bekasi - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) mengungkap  dari perluasan sampling dan pengujian ditemukan produk sirup obat yang mengandung EG -DEG melebihi ambang batas yang ditetapkan diketahui terdapat  tiga industri farmasi yang memiliki produk obat sirup tercemar EG-DEG yang telah banyak menelan korban jiwa anak-anak kecil yang tidak bersalah. (2/11/2022)


sudah selayaknya pertanggugjawaban hukum dibebankan kepada pelaku usaha (pimpinan perusahaan dan/atau korporasinya) yang dianggap telah melakukan pelanggaran tersebut, apalagi baru-baru ini ditemukan fakta adanya penggunakan zat yang melebihi ambang batas tersebut berasal dari jenis industri yang harganya lebih murah dibandingkan obat untuk  jenis makanan/minuman hal ini merupakan unsur  kesengajaan yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum, selain tanggungjawab hukum pidana sebagai akibat perbuatan pidananya perlu juga pelaku usaha tersebut dibebankan adanya restitusi pelaku usaha agar  keluarga korban mendapatkan penggantian segala biaya  pengurusan  anaknya meninggal dunia.

   

Terhadap kejadian tersebut Ulung Purnama,SH,MH. Direktur Kajian dan Bantuan Hukum (KBH) Wibawa Mukti  mendorong Aparat Penegak Hukum menerapakan restitusi bagi pelaku agar  para keluarga korban mendapatkan ganti rugi dalam mengajukan pemeriksaan perkara pidana,  karena  akibat penggunaan EC-DEG yang melebihi ambang batas berakibat telah memakan banyak korban anak kecil yang meninggal dunia yang jumlahnya ratusan  akibat adanya cemaran obat yang melebihi ambang batas tersebut, sehingga sejak awal penyidikan terkait tindak pidananya Aparat Penegak Hukum juga harus menerapkan restitusi dalam penyelidikannya   agar adanya penggantian kerugian bagi keluarga korban, sesuai Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.

  

Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang  dimaksud dengan: Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.

Lalu yang disebut Korban adalah orang termasuk anak yang belum berumur  18 (delapan belas) tahun atau masih dalam kandungan yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana


Menurut Pasal 2 ayat  (1) Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku terhadap:

Salah satunya pada Huruf (a) permohonan Restitusi atas perkara tindak pidana terkait anak, serta tindak pidana lain yang ditetapkan dengan Keputusan LPSK


Restitusi merupakan Hak oleh karena itu Korban berhak memperoleh Restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan dan/ atau penghasilan; ganti kerugian, baik materiil maupun imateriil, yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis; dan/ atau; kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat tindak pidana, termasuk biaya transportasi dasar, biaya pengacara, atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum.


Permohonan Restitusi tidak menghapuskan hak korban, keluarga ahli waris dan wali untuk mengajukan gugatan perdata.


KBH Wibawa Mukti mengingatkan Aparat Hukum dalam hal ini Kepolisian RI dan Kejaksaan RI untuk mengedepankan adanya restitusi bagi para keluarga korban akibat anak yang telah  meninggal dunia, Peraturan Mahkamah Agung tersebut (PERMA) tersebut dapat digunakan sebagai rujukan mendapatkan ganti rugi, karena tidak semua keluarga korban memiliki kemampuan untuk melakukan upaya hukum oleh karena itu sudah selayaknya Pemerintah untuk mendorong Aparat Hukum menerapkan restitusi tersebut bagi setiap korban agar mengurangi penderitaan keluarga korban dan harus menjadi peringatan keras bagi pelaku usaha yang menyimpangi aturan  yang sudah ditetapkan, Oleh karena itu sangat beralasan  penerapan  restitusi dalam proses perkara pidana tersebut, selain itu dimungkinkan pula korban atau yang mewakilinya dapat mengajukan permohonan penetapan restitusi secara terpisah  dengan mengajukan penetapan secara langsung ke Pengadilan Negeri tempat perkara berlangsung dan atau melalui Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) sebagai pemohonnya. (Sgt)

Komentar

Tampilkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terkini