-->

Iklan

Kasus Penipuan Mobil Palsu: Korban Kecewa Polisi Lamban Bertindak

Senin, 07 Oktober 2024, Oktober 07, 2024 WIB Last Updated 2024-10-07T06:09:47Z



B1, Bekasi - Kinerja kepolisian kembali dipertanyakan, kali ini oleh Yoan Olsita alias Yossy (38), warga Pangkal Pinang, Bangka Belitung, yang merasa kecewa atas lambannya penanganan kasus penipuan yang menimpanya. Hingga kini, meskipun sudah dua bulan berlalu sejak melaporkan Heri Saputra, pelaku penipuan, ke Polresta Pangkal Pinang, Yossy belum mendapatkan kejelasan lebih lanjut dari pihak kepolisian.


Kronologi Penipuan Kasus ini berawal dari transaksi over alih usaha pecel lele "Berkah Aljannah" yang terjadi pada April 2024. Saat itu, Heri Saputra tertarik untuk melanjutkan usaha tersebut namun tidak memiliki uang tunai sesuai kesepakatan sebesar Rp 150 juta. Sebagai gantinya, Heri menawarkan satu unit mobil Serena 2013 dan sebidang tanah di Seliman, Bangka Belitung.


Pada 9 April 2024, transaksi dilakukan dan diikat dengan kwitansi yang ditandatangani di atas materai oleh kedua belah pihak dengan saksi. Namun, Heri berjanji menyerahkan sertifikat tanah satu bulan setelah transaksi, yang hingga kini tidak pernah dipenuhi. Yossy mengungkapkan bahwa Heri terus mengulur waktu dengan alasan birokrasi yang lambat.


Masalah Terkuak Masalah semakin pelik ketika pada 10 Juli 2024, Yossy dihentikan oleh petugas PJR di Tol Jakarta. Setelah diperiksa, petugas mengungkapkan bahwa surat-surat mobil Serena yang dibawa Yossy palsu. Yossy, yang tidak menyadari hal ini, terkejut dan langsung diarahkan ke kantor Satlantas PJR untuk klarifikasi. Petugas akhirnya menahan STNK palsu yang dimiliki Yossy, sementara ia diberi kesempatan untuk menunjukkan BPKB mobil.


Keesokan harinya, setelah membawa BPKB yang didapat dari Heri, petugas kembali menyatakan bahwa BPKB tersebut juga palsu. Akibatnya, mobil Serena 2013 berwarna merah maroon tersebut disita oleh petugas, sementara Yossy dipersilakan untuk membuat laporan ke Polresta Pangkal Pinang.


Langkah Hukum Yossy kemudian mencoba menghubungi Heri untuk mempertanyakan asal-usul mobil tersebut. Dalam percakapan yang direkamnya, Heri mengaku mendapatkan mobil itu dari seorang bernama Amri, yang juga menjadi saksi dalam transaksi over alih usaha. Namun, ketika Yossy menemui Amri pada 21 Juli 2024, Amri membantah keterlibatannya dan menyatakan tidak pernah menjual mobil tersebut kepada Heri.


Merasa semakin dirugikan, Yossy kembali menemui Heri pada 24 Juli 2024. Dalam pertemuan tersebut, Heri tetap berdalih dan menyebut bahwa mobil itu dibeli dari showroom lain. Merasa tak ada jalan keluar, Yossy akhirnya memutuskan melaporkan kasus ini ke Polresta Pangkal Pinang pada 25 Juli 2024, dengan nomor laporan LP/B/320/VII/2024/SPKT/POLRESTA.


Kekecewaan Terhadap Penanganan Kasus Meski laporan sudah dibuat, hingga 5 Oktober 2024, Yossy belum mendapat perkembangan signifikan dari kepolisian. Ia merasa kecewa dan mempertanyakan lambannya penanganan kasus ini, terutama mengingat bukti-bukti yang dia miliki sudah sangat jelas.


"Saya merasa sulit sekali mendapatkan keadilan sebagai korban. Bukti-bukti sudah saya serahkan, tapi penyidik seolah mengabaikan. Nomor saya bahkan sepertinya diblokir, karena setiap kali saya mencoba menghubungi, pesan tidak terkirim," kata Yossy.


Permintaan Kepada Kapolri Sebagai seorang ibu tunggal, Yossy merasa sangat terbebani dengan biaya dan waktu yang dikeluarkan untuk mengurus kasus ini. Ia berharap Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit bisa turun tangan langsung untuk memastikan kasus ini tidak menguap begitu saja dan memastikan anggotanya bekerja dengan lebih cepat dan profesional.


"Saya mohon agar kasus ini segera diselesaikan. Sebagai korban, saya merasa sangat dirugikan. Biaya bolak-balik Jakarta-Pangkal Pinang bukan sedikit. Tolong Pak Kapolri, bantu kami mencari keadilan," pinta Yossy dengan lirih.


Kasus ini Mendapat perhatian khusus Restu Palgunadi salah satu Pendiri LBH KUBI Di Bangka Belitung, menurut Restu kasus ini kasus ini mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 378 tentang Penipuan.


bahkan lebih jauh pelaku bisa saja dijerat Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Lex specialis derogat legi generali yakni asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum


"Korban merupakan seorang Konsumen dari transaksi jual beli, pelaku dapat dijerat UU Perlinkon no 8 tahun 1999" Tegas Restu


Hal ini mengatur hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha dalam transaksi komersial. Sambungnya


Polri diharapkan dapat mematuhi instruksi internal yang menekankan profesionalitas dalam penanganan kasus, terutama yang melibatkan masyarakat luas.


"penanganan yang cepat dan tepat akan mencerminkan komitmen kepolisian dalam melayani dan melindungi masyarakat dari tindakan kriminal seperti penipuan" pungkas Restu kepada Media 6/10/2024. (**)

Komentar

Tampilkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terkini